Rabu, 13 April 2016

Laskar Pelangi: Perempuan-Perempuan Perkasa

                 Aku pernah membaca kisah tentang wanita yang membelah batu karang untuk mengaliran air, wanita yang meneggelamkan diri belasan tahun sendirian di tengah rimba untuk menyelamatkan beberapa keluarga orang utan, atau wanita yang berani mengambil risiko tertular virus ganas demi menyembuhkan penyakit seorang anak yang sama sekali tak dikenalnya nun jauh di Somalia.
                Bagiku dan kami murid-murid SD Muhammadiyah, Bu Muslah wanita perkasa yang setiap harinya selalu mengajarkan kami ilmu dunia akhirat. Dengan pembawaannya yang lembut namun tegas mampu menyihir kami agar selalu mendengarkan segala nasihat dan juga ajarannya. Bu Mus yang hanya memiliki selembar ijazah SKP (Surat Kepandaian Putri), namun beliau bertekad untuk melanjutkan cita-cita ayahnya K.A Abdul Hamid, pelopor sekolah Muhammadiyah di Belitong untuk terus mengobarkan pendidikan Islam.
                Tekad itu yang membuat Bu Mus selalu dengan begitu sabar dan senyuman di wajahnya mengajar di Sekolah kami. Dengan bayaran beras 15 kilo setiap bulannya, Bu Mus menjadi satu-satunya guru yang kami memiliki. Bu Mus mengajar di semua mata pelajaran kami. Terdapat beberapa kesempatan, karena kami masih begitu kecil, kami sering mengeluh dengan keadaan sekolah yang sudah sangat rapuh dan mulai membandingkannya dengan sekolah lain yang terlihat megah di luar sana. Lalu dengan sabar dan tidak lupa senyuman membingkai wajahnya Bu Mus mengambil buku dan memperlihatkannya kepada kami. Di dalam buku itu terdapat sebuah gambar, gambar itu adalah ruangan yang sempit, dikelilingi tembok yang suram, tinggi, gelap, dan berjeruji. Kesan di dalamnya begitu pengap, angker, penuh kekerasan dan kesedihan. “Inilah sel Pak Karno di sebuah penjara di Bandung, disini beliau menjalani hukuman dan setiap hari belajar. Setiap waktu membaca buku. Beliau adalah salah satu orang tercerdas yang pernah dimiliki bangsa ini…”
                Kami tersihir mendengar cerita Bu Mus dan seketika cerita tadi membuat kami bungkam dan tidak lagi memprotes atas keadaan sekolah kami. Seperti biasa, kata-kata Bu Mus selalu dapat menyihir kami dan terngiang selalu di dalam kalbu.

                Bagi kami, Pak Harfan dan Bu Mus adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya. Merekalah mentor, penjaga, sahabat, pengajar dan guru spiritual. Mereka yang mengajarkan kami secara langsung penerapan amar makruf nahi mungkar sebagai pegangan moral hidup kami hingga akhir hayat.

0 comments:

Posting Komentar

 

Salazen Grum Template by Ipietoon Cute Blog Design