Rabu, 13 April 2016

Laskar Pelangi: Sepuluh Murid Baru

              Pagi itu di SD Muhammadiyah aku datang bersama ayahhku yang merangkul erat pundakku. Dengan baju yang lusuh kami menghadiri pembukaan SD Muhammadiyah. Baru Sembilan orang, Sembilan orang pertama dengan berbagai penampilan yang mayoritas lusuh. Terlihat dua orang dengan penampilan rapih yang kuduga adalah guru di sekolah ini. Salah satu dari mereka adalah perempuan dengan kerudung cantik serta wajah yang tak terbaca. Senyum dengan kecemasan tersirat di wajah kedua guru itu.
‘Baru Sembilan orang Pak Harfan..’ seru guru perempuan cantik tadi.
‘Kita tunggu sampai pukul sebelas Bu Mus’ seru Pak Harfan kepada guru perempuan yang baru ku ketahui namanya itu.
                Dengan wajah getir kami semua duduk di ujung-ujung kursi yang sudah doyong dan rapuh. Wajah-wajah orang tua yang ku lihat sudah begitu putus asa.  Memang akan mudah bila orang tua kami ini mengantarkan anak-anaknya untuk bekerja di pasar. Namun karena desakan aparat Belitong yang mengharuskan para orang tua yang akan dianggap memaksa anak-anaknya menjadi pekerja di pasar dan menjadikan anak-anaknya buta huruflah yang menjadi dorongan orang tua di sini mau tak mau menyekolahkan anak-anaknya.
                SD Muhammadiyah inilah satu-satunya sekolah yang tidak mengenakan iuran apapun untuk siswa-siswanya, maka dari itu ayahku menyekolahkanku di sini. Untuk orang tua yang memiliki banyak anak, tidaklah mudah mengantarkan anaknya bersekolah sedangkan keperluan rumah tangga begitu banyak. Namun ayahku ingin agar aku bersekolah untuk dapat mencerahkan masa depan keluarga kami.
                Peluh telah membasahi wajah Bu Mus, dengan bedak tepung beras yang telah luntur diwajahnya menjadikan wajahnya semakin terlihat kecemasannya. Menunggu murid kesepuluh yang apabila tidak datang maka SD Muhammadiyah ini akan ditutup. Pak Harfan selaku Kepala Sekolah di Sekolah ini ternyata diam-diam telah menyiapkan pidato untuk penutupan SD Muhammadiyah ini.
‘Harun……’ seru wanita berpakaian lusuh yang mengejar seorang anak berkaki X yang berlarian kearah bangunan sekolah.

                Bu Mus terlihat begitu senang, senyum merekah di wajahnya dengan kehadiran Harun murid kesepuluh di SD ini. Karena Sekolah untuk anak berlebutuhan khusus pada saat itu belum terdapat di Belitong, maka Harun dapat diterima di Sekolah ini.

0 comments:

Posting Komentar

 

Salazen Grum Template by Ipietoon Cute Blog Design